Bencana Gempa dan Tsunami  

Posted by Bujang Kelono

BELAJAR DARI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI ACEH

I

ndonesia dan Jepang memiliki kesamaan sebagai negara dengan potensi bencana longsor, gempa bumi, erupsi vulkanik, dan tsunami, karena berada pada wilayah yang dikenal dengan sebutan "Pcific Ring of Fire". Bedanya, pemerintah Jepang memandang sangat serius ancaman bencana yang ada dengan membentuk kementerian khusus mitigasi bencana. Infrastruktur disiapkan dengan memasang 300 buah sensor gempa bumi yang secara langsung mengirimkan informasinya ke 6 buah pusat data regional di seluruh Jepang. Ketika terjadi gempa di dasar laut, maka potensi tsunami sudah dapat dideteksi dan disebarkan peringatannya ke masyarakat Jepang hanya dalam waktu 4-5 menit. Hal itu didukung pemerintah Jepang dengan memberikan alokasi dana 180 milyar setiap tahunnya hanya untuk membangun sistem peringatan dini.

Sementara Indonesia, harus kita akui belum memiliki sistem peringatan dini terhadap semua potensi bencana yang ada di wilayahnya. Perhatian pemerintah masih sebatas program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Padahal potensi bencana alam di Indonesia jauh lebih riskan, mengingat luasnya cakupan wilayah ancaman dan variasi fenomena alam yang terjadi.

Belum banyak disadari masyarakat Indonesia, fenomena seperti Tidal Bore, yaitu gelombang pasang surut yang menyebabkan bencana serupa tsunami juga mengancam sungai-sungai besar di Indonesia. Fenomena ini merupakan ancaman nyata dan harus senantiasa diwaspadai, karena terjadi pada lokasi dengan topografi mulut sungai yang memungkinkan terbangkitnya Tidal Bore pada saat pasang tertinggi setiap bulannya.


Selain itu, fenomena gelombang laut yang disebut Soliton, bisa juga menyebabkan ikan di keramba apung mati secara mendadak akibat terangkatnya suhu sangat rendah dari kedalaman ke permukaan. Potensi bencana ini mengancam industri perikanan dan budidaya mutiara, seperti yang terjadi di sekitar perairan Selat Lombok. Demikian juga dari perubahan iklim yang setiap tahunnya menyebabkan hutan Indonesia terbakar dan gagal panen serta bencana banjir nasional.


Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh telah memakan korban ratusan ribu jiwa manusia dan materi yang tidak terhitung jumlahnya, sudah seharusnya membuat pemerintah Indonesia sadar untuk segera membangun sistem peringatan dini dan mitigasi bencana nasional yang handal.
Jepang sebagai negara maju dan sangat berpengalaman dalam membangun sistem tersebut dapat kita jadikan acuan. Bagaimana Jepang mempersiapkan infrastruktur dan budaya masyarakatnya menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami?.


Ada 3 tahapan utama yang dilakukan pemerintah Jepang pasca gempa Kobe
berkekuatan 7,3 M (Magnitude) pada tgl. 17 Januari 1995. Tahap pertama mengupayakan evakuasi dan program pemulihan (emergency actions). Relawan dikerahkan langsung ke lokasi bencana untuk membantu program penting pemulihan. Tahap kedua, pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan Hyogo Phoenix Plan sebagai upaya rekonstruksi atas semua infrastruktur dan fasilitas pelayanan masyarakat yang rusak diiringi dengan rehabilitasi kota dengan konsep wawasan masyarakat modern. Disini barangkali konsep pembangunan masyarakat madani dapat diketengahkan, dimana partisipasi masyarakat dilibatkan sejak awal dalam setiap keputusan proyek pembangunan.


Tahap ketiga dan yang paling penting adalah upaya keselamatan dan keamanan warga dari setiap ancaman bencana tersebut. Disini sosialisasi program antisipasi bencana dan kesiapan warga menghadapi bencana dipersiapkan dengan matang melalui proses pendidikan intensif, sehingga menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat Jepang. Disamping itu, pemerintah selalu memperbaharui sistem peringatan dini dan membangun infrastruktur yang mendukung untuk program mitigasi bencana.


Untuk penanganan tsunami, kita bisa belajar bagaimana komunitas peneliti Jepang menanggapi bencana Gempa Hokkaido-Nansei-Oki berkekuatan 7.8 M, pada tgl. 12 July 1993. Selain ketiga tahapan program mitigasi bencana di atas, pemerintah Jepang juga menurunkan berbagai tim survey dan peneliti ke lokasi kejadian. Tim ini sudah bekerja di lokasi, sehari setelah gempa dan tsunami terjadi. Mereka menghitung tinggi gelombang vertikal dan jarak penjalarannya di daratan berdasarkan jejak yang dapat terukur, demikian juga waktu jam mati yang ditemukan di daerah bencana. Semua data tersebut berguna untuk validasi dan verifikasi model serta pemahaman mekanisme tsunami yang lebih baik lagi sebagai masukan sistem peringatan dini yang sudah ada sebelumnya.


Pada intinya, keberhasilan sistem peringatan dini dan mitigasi bencana di Jepang terletak pada upaya mereka mempersiapkan budaya masyarakat yang peka terhadap ancaman bencana dan pembaharuan yang terus menerus terhadap teknologi sistem peringatan dini yang ada.

Program Mitigasi Bencana di Indonesia

--------------------
Belajar dari pengalaman Jepang, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan untuk membangun program mitigasi bencana handal di Indonesia. Periodisasi ketiga tahapan utama dalam manajemen pasca bencana, yaitu: proses evakuasi dan pemulihan (rehabilitasi); rekonstruksi infrastruktur; dan sosialiasi program pemberdayaan masyarakat agar peka pada bencana dan pembangunan infrastruktur keselamatan, sebaiknya disesuaikan dengan kesiapan sosial-budaya masyarakat setempat, disamping kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan iptek mitigasi bencana komunitas peneliti Indonesia.


Sehubungan dengan program pasca bencana tersebut, pemerintah Indonesia telah mencanangkan dana 10 trilyun untuk 3 tahapan pembangunan: tahap pertama adalah program darurat dengan alokasi dana 1.3 trilyun berlaku sejak Desember 2004 - Desember 2005, untuk pengadaan sandang pangan dan penampungan sementara serta prasarana dasar air bersih, listrik, transportasi, BBM dan telekomunikasi; tahap kedua upaya rehabilitasi sarana dan prasarana yang rusak agar dapat berfungsi kembali selama kurun waktu 1,5 tahun dengan anggaran 1,3 trilyun; dan tahap ketiga adalah upaya rekonstruksi untuk pembangunan infrastruktur rumah dan fasilitas umum sejak awal tahun 2005 s/d 2009.


Apabila mengacu pada 3 tahapan utama yang dilakukan pemerintah Jepang pasca gempa Kobe dan tsunami di Hokkaido, maka tahap ke-3 yang justru sangat penting dan vital, yaitu upaya sosialisasi pemberdayaan masyarakat agar peka terhadap bencana dan instalasi sistem peringatan dini yg didukung dengan respon sigap peneliti terkait belum mendapat perhatian yang amat serius dari pemerintah Indonesia. Hal ini sangat kita sayangkan, karena upaya rehabilitasi dan rekonstruksi semata tanpa diiringi upaya penyelamatan dan keamanan masih akan mengundang bencana dan kejadian serupa pada masa mendatang. Oleh karena itu, sangat kita himbau agar pemerintah memperhatikan aspek penting dan vital tersebut.


Pada rencana pembangunan rekonstruksi infrastruktur tahap ke-3, hendaknya pemerintah memberi prioritas pembangunan rumah dengan model konstruksi tahan gempa dan pemilihan lokasi bebas dari bahaya tsunami dengan menjauhi lokasi pantai yang rawan bencana. Pembangunan infrastruktur mencakup juga pemasangan penahan ombak berupa dinding pantai pada lokasi rawan gempa, rehabilitasi dan pelestarian tanaman bakau (mangrove) di pantai yang dapat meredam 50% hantaman energi gelombang dan upaya memaksimalkan pertahanan buatan dan alamiah lainnya.


Kita bersyukur, saat ini SDM Indonesia pada bidang terkait dalam sistem pencegahan tsunami telah mampu melakukan upaya peramalan dengan simulasi komputer, demikian juga tersedianya banyak ahli yang memahami kondisi geologi struktur Indonesia. SDM ini tersebar di instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Komunitas peneliti dalam lingkup yang lebih kecil dengan dana terbatas dari instansi masing-masing, kita harapkan dapat bergerak ke lokasi bencana untuk melakukan penelitian dan melakukan verifikasi serta validasi model yang mereka kembangkan. Komunitas peneliti ini dapat memberikan rekomendasi sistem peringatan dini yang layak diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan faktor teknologi maju dan pendanaan yang relatif murah.


Instalasi infrastruktur sistem peringatan dini di atas relatif mudah dilakukan dibandingkan upaya pembangunan budaya masyarakat yang peka terhadap ancaman bencana. Budaya masyakat Indonesia yang senang menetap di wilayah pantai tentunya memerlukan pemahaman sosial dan antropologi budaya lokal agar strategi penempatan pemukiman mereka di daerah bebas ancaman gempa dan tsunami berhasil dengan efektif.


Semua pihak hendaknya menyadari pentingnya proses pendidikan masyarakat tersebut. Pemerintah menjadikan komponen ini bagian kurikulum pendidikan dasar dan menengah dengan penjelasan detil potensi bencana gempa dan tsunami di wilayah Indonesia. Pemerintah daerah rawan bencana gempa dan tsunami intensif melakukan simulasi upaya evakuasi dan penyelamatan terhadap bencana. Demikian juga massmedia membantu dengan menayangkan program yang memberi informasi upaya penyelamatan terhadap berbagai bencana.


Hal utama dari semua upaya proses pendidikan itu adalah menanamkan pengetahuan penting tersebut pada bawah sadar masyarakat Indonesia, sehingga ketika terjadi bencana yang sesungguhnya mereka sudah siap dan tahu bagaimana cara efektif menghadapinya. Khusus untuk bencana gempa dan tsunami misalnya, dalam benak mereka sudah terpola langkah-langkah penyelamatan, seperti: segera menjauhi pantai menuju daratan dengan ketinggian sekurangnya 30 m, begitu merasakan adanya getaran gempa atau melihat permukaan laut surut secara mendadak. Demikian juga waspada terhadap bunyi dentuman seperti gempa dari arah laut dan tanda lainnya yang dapat mereka peroleh dari buku saku ataupun penjelasan di massmedia.

Dari semua harapan itu, kita meminta kepada pemerintah agar dapat memberikan fasilitas sistem informasi potensi rawan bencana di seluruh Indonesia yang dapat disiarkan secara nasional menurut skala waktu bencana. Informasi ini melengkapi kondisi cuaca yang disiarkan secara harian oleh Badan Meteorologi dan Geofisika. Demikian juga, pemasangan rambu-rambu rawan bencana gempa dan tsunami di seluruh pantai Indonesia beserta petunjuk arah evakuasi menuju lokasi ketinggian yang memadai serta sistem alarm/sirene pendukungnya.


Semoga pemerintah tanggap pada dua hal penting di atas yang menjadi kunci keberhasilan program mitigasi bencana di Jepang, namun belum terlihat agendanya pada program nyata yang dicanangkan saat ini.

This entry was posted on 8:49 PM and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Subscribe to: Post Comments (Atom) .

0 comments